Jumat, 12 Agustus 2011

Pelita dan Cahaya (bagian 1)


Engkau-lah PELITA
dan kami hanya cahaya
berjuta-juta cahaya
terpancar dari PELITA yang sama
berganti warna,
seiring waktu yang berbeda
PELITA tak pernah berubah
cahaya bertingkat-tingkat
dengan sesama cahaya
satu lenyap tertindih yang lainnya
melebur menjadi cahaya utama
kemudian lenyap,
kembali ke dalam PELITA
ENGKAU-lah sumber cahaya
dan kami hanya salah satu cahaya
dari miliaran penderan cahaya
yang terpancar dari sang PELITA

-Agus Mustafa-

“Allah mecahayai langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca. (dan) kaca itu seakan-akan bintang seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, yaitu pohon zaitun yang tumbuh tidak disebalah timur tidak pula disebelah barat, yang minyaknya hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An Nuur: 35)

SubhanaAllah sangat mengagumkan Allah menggambarkan hubungan istimewaNya dengan makhluk. Allah bagaikan ‘Pelita Raksasa’ dibalik sebuah kaca rahasia. Sedangkan makhluk adalah cahaya yang terpancar kesegala penjuru alam semesta. Saudaraku, tidak akan tersingkap hijab antara Pelita dan cahaya, jika cahaya meresa terang disebabkan dirinya sendiri, jika cahaya cukup dengan terang, tidak akan utuh penglihatan cahaya terhadap Pelita jika cahaya hanya disibukan dengan melihat bayang-bayangnya sendiri untuk kesenangan dirinya sendiri, bahkan ia ‘cahaya’ cendrung tidak peduli dengan ‘cahaya’nya, ia hanya menikmati terangnya, hanya mengambil senangnya, bahagia dengan eksisitensinya. Identitas Pelita tidak akan pernah tampak karena tersimpan dalam ‘kaca rahasia’, kecuali cahaya mau melepaskan terompahnya (nafsu/belenggu/ego-red). Identitas Pelita tidak akan pernah tersingkap kecuali hanya lewat ‘tanda-tanda’ yang terpancar dari bermiliar-miliar cahayaNya.
Di satu waktu keanehan muncul, cahaya merasa dirinya Pelita. Ia cahaya mulai memakai jubah-Nya, senang ketika disapa cahaya, bangga di puja-puja oleh cahaya lainnya, merendahkan cahaya lain yang terangnya redup, maunya semakin besar; mau dibilang benderang, mau dibilang berkilau, mau dibilang indah, mau dibilang kalau ia cahaya adalah sumber cahaya lainya, cahaya semakin liar, Na’uzubillah. Cahaya bukanlah Pelita, dan tidak akan pernah menjadi Pelita bahkan untuk sampai kepada Pelita saja ia tak akan mampu. Cahaya hanya sekedar pancaran. Cahaya hanyalah jejak bahwa disitu ada Pelita sebagai sumber cahaya. Tanpa Pelita, cahaya tak pernah ada, Pelita begitu nyata keberadaannya, sedangkan cahaya, tak pernah benar-benar ada. Cahaya adalah ‘bayangan maya’ dari sang Pelita. Terpancar dari fitrahNya. Tapi ia bukan fitrah itu sendiri, ia hanya sebahagian kecil dari Fitrah sang Pelita.
“Kemudian, Dia menyempurnakannya dan meniupkan ruh (ciptaan)-Nya kedalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagi mu, tetapi sedikit sekali kamu bersyukur” (QS. As-Sajadah : 9)
bersambung .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Subscribe via email

Mengenai Saya

Foto saya
Banda Aceh, Nanggroe Aceh, Indonesia
Bismillahirrahmanirrahim. ingin selalu melakukan "perbaikan tiada henti" atas diri..dan mereka "perbaikan tiada henti" adalah sebuah keniscayaan. menjadi objek (yang diperbaiki) atau subjek (yang memperbaiki) adalah proses yang beriringan. setiap peran memiliki keunikan dan taste yang luar biasa. masing-masing peran berpotensi melahirkan suka/tdk suka dan cinta/tidak cinta dari sang Maha hidup dan memberi kehidupan "Al Hayyu - Al Muhyii". maka mari bersama "Berkaizen dojo". Allahuakbar:)